Kamis, 31 Juli 2008

Rubaiyat......

Ketepatan ukuran, merupakan sebuah ide yang mendasar bila kita bekerja dengan benda kerja berupa kayu. Seorang tukang kayu yang baik mampu mengukur konsumsi kayu untuk sebuah benda ciptaannya. Demikian juga rubaiyat berikut ini. Ide dasarnya adalah mengambil inti sari "Sang Tukang Kayu" dalam berkarya . Dibuat lebih bebas. Sesuai dengan cita rasa kemerdekaan, HAM dan cinta yang terpelihara, betapa pun sederhananya.
Ide memerdekakan kata, sebagaimana pemberian muatan baru yang lebih fungsional pada kayu, merupakan ide berikutnya. Ya, memerdekakan kata, sehingga kata dapat benar-benar menjadi alat dan media pendaya guna makna. Jika anda perhatikan dengan seksama, kata pertama pada baris pertama, diulang kehadirannya pada baris terakhir, namun dengan bentuk kata ulang. Silahkan anda rasakan getar-getar nuansa kata yang telah termerdekakan dengan memfokuskan perhatian pada kata tersebut.



Azam

Azam pagi petang tualang
Meraut waktu ruang membasi derita
Harap untai hutang musim lunas lelabuh
Julang diri azam-azam renta perasa jejalan

(the)Beauty chance

(the)Beauty chance is glimmering
Pearlike almost time
Naking sense all you straight for
Emptying space-out taking the beauty chances

Candra

Candra ibu saksi
Janji langit cengkeram sangkar besi
Ufuk petang sepuhkan malam
Cadari janji candra-candra taruhan diri


Indah

Indah matamu bentangan kolam
Tempiasan angin hujan rindu sujudnya
Tepimu langgam jawa peran keibuan
Untaikan maram indah-indah rasa mengajuk pelan


Janji

Janji terajuan hidup
Parang seja kawah pelangi
Mantramlah laki peraja
Terayun terbelah janji-janji

Kerja

Kerja menatah langit pualam
Menjelma kilap pipi dara fajar
Pendarnya pinta perjaka atas payung keibuan
Hingga melebah madu kerja-kerja diri lepuhan

Lampah

Lampah malam senyum sekawan
Iring azam larung dendam
Siapa lebih wanita dari setiamu
Separasmu lampah-lampah seteguh karang


Mata

Mata yang matahari berkubang sawah
Sebaris ruh menata warna hinggap dewasa
Siapa lah lebih dendam atas rawat sang cipta ?
Aliri mata-mata lanjarkan kedalaman makna

Nilai

Nilai yang permata memasa
Memaruhi makna selayang burung
Meraih hati berang meraja
Rayu lara nilai-nilai diri melela


Pikiran

Pikiran elus alur punggungku bicara
Ulamkan matahari penuh
Jelakan sudutnya riap bata
Emban waktu pikiran-pikiran tangkupnya


(the) Queen

(the) Queen is blinking the sentence
By her senses of love for tomorrow which never end
All the lines never spoken then
Keeping dearest queens silent in the secret One


Sari

Sari kalungan masa
Sesal-kecewa punah sempurna
Sesabar sembah sebayang kartika
Hadirkan aliran pijar sari-sari pendar pintanya

Terang

Terang bulan permata merantu
Membajang ratu tawang jiwa
Perempuan berpeluk masa sebentar dini
Jemput terang-terang bulan terkini rengkuhannya

TENTANG SENDIRI DI TENGAH KEBERSAMAAN

Dua puisi berikut bercerita tentang hidup di kota, di tengah keramaian, kesibukan. Betapa kadang kesibukan, mengisyaratkan kesejajaran namun tak ada temu pandang. Lalu rindu mengejan. Atas kesederhanaan jumpa meradang. Perjumpaan jadi sesuatu yang mesti dimanjakan, direncanakan, dibuatkan acara-acara. Namun karena kesejajaran itu membelenggu, maka kadang akhirnya kita menunggu jemputan Sang Khalik, Rabb Yang Pengasih yang menjadi pemaksa bagi kita. Melalui sakit, kita dipaksa berjumpa. Melalui duka, kita dipaksa berjumpa. Pun kita dapat berjumpa melalui upacara pernikahan dan sebagainya. Dan itu lah potret duka orang kota. Sederhana, seadanya, namun begitu akrab dengan degup jantung kita. Selebihnya, biarkan semua mengajarkan kepada kita.

Inkonsisten (1)

Kita mungkin sekota
Namun tak sepi benar suasananya
Sungguh hidup kita termanja


Kita mungkin sejalan
Namun tak penat benar kita arungi perjalanannya
Sungguh hidup kita terbahana


Kita mungkin sebiduk
Namun tak lega benar luah cengkeramanya
Sungguh hidup kita sealis maya


Jatiwaringin, 07 September 2003




Aku Sakit

Aku sakit mengapa engkau tak menjengukKu ?
Demikian rindu menanyakan harummu
Dan paras mengalir tertanya tujumu
Sesawahlah yang Aku di alirmu

Namun tentu Engkau tak ingin benar lenyap, walau pun
aku masih ingin menyakitiMu karena AgungMu belum Nyata benar di mataku
Di sergahku Engkau pasti senantiasa Ada
Menjaga Diri dan bebayang buana dengan Cinta Rahasia
Sungguh
Diri benar Engkau walau tak sekelebat pun ku tatap
Semoga Engkau yang tak pernah kuketahui RahasiaMu
Yang pernah tak terlihat olehku


Atau
Sungguh tega benar bila aku tak lega atas sendiri AkuMu
Yang mesti berharga walau rinduku ternyata hanya buih selaksa
Dan mohon ampunku atas semua yang prasangka
Atas KeAkuanMu yang senantiasa Ada
Esok bila Kau sakit, tentu biarlah aku lenyap dalam DiriMu
Agar benar derita keAkuanMulah Yang Ada
Dan sejuta suara adalah benar bangga AgungMu di Diam AkuMu

MYSAINPOETICA

Puisi merupakan bahasa universal setelah bahasa tutur, naratif, berita atau ungkapan argumentatif ilmu pengetahuan. Jika kabar dan ilmu yang dituturkan mengedepanan aspek etis dan logis, maka puisi berestetika. Puisi bisa gelap, bisa mencerahkan, bisa mengayun-ayun, namun puisi bisa juga seadanya. Seadanya dalam bentuk yang terlugas. Puisi bertujuan mengemas kata. Dalam bungkus apa pun, entah itu pemerdekaan, pengkiasan, perimaan atau mantra. Namun puisi juga mampu memberdayakan kata hingga ke tataran tertentu, yaitu keberdayaannya, daya guna sebuah kata. Dengannya, dengan ritus inisiasi kata dalam puisi, maka kata dapat berubah menjadi selayak pisau tajam , yang mampu membedah kulit demi kulit hijab makna. Puisi juga mampu menenggelamkan kata pada kesibukannya di keseharian. Menjadi sesuatu yang akrab dengan hidup. Yang seadanya, yang seadanya.

RINDU

Rindu biduk perjaka
Songsong buih sumarahMu
Patah tah julang kenduri
Terantuk terjatuh rindu-rindu