Sabtu, 31 Juli 2010

Do'a bagi cinta ibu

Do’a (2)
-dari dan untuk ibuku-

Dengan menyebut AsmaMu
Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Setelah bumi dan airku luruh membeku
Sebagai dingin semua suasana buana
Aku ingin menyempurnakan kenanganku atasmu, ibu
Dalam do’a

Pertama
Ya Allah, Hamba mohon ampun atas semua yang bukan janjiMu

Ya Allah
Limpahkanlah kasih RahmatMu sebanyak yang tak kukira
Sebatas tak tahuku atas banyaknya butir-butir hujan sore pembaur samudera
Kepada junjungan hamba, Sang Maula hingga akhir hayatnya

Ya Allah
Lapar yang menggetarkan lubuk jamanku telah punah Engkau bayar
Dengan cinta kasih Budhara yang menyemai keharusan diriMu
Lelah harap tanyaku yang melantakkan keluasan ruangku
Telah pernah Engkau ganti dengan teduh bujuk sang Bujana
Merentangkan sayap sang Ajar sejauh merantiku ketakjuban ujud cipta karyaMu
Dan derita adalah ketergantian Sang PenanggungMu punggung suci kerahimanMu

Ya Allah
Setelah semua usai sebagai panjang sejarah jalan yang tergelar
Di bening pelupuk mataMu aku harap yang terairmata
Agar kilau pemantul cahaya kasihMu mengabadi sebagai jiwa
Bergulir pelan meraba pipi selembut sayangMu
Terbangkan diam ajukku sebagai nyanyi Sang Pembatas udaraMu
Sungguh bukan tanpa sebabMu aku ada
Dan bukan tanpa satuMu aku mewaktu

Ya Allah
Limpahkanlah kasih RahmahMu sebanyak yang tak teraba atas ibuku
Seusut angin lembut yang sentuh pasrahnya serawan musim lalu
Hingga jelmanya ucap-ucap di hari yang meragi

Ya Allah
Setelah semua kenduri mengirimi aku senyum barang seharap hidup tersahdu
Limpahkanlah berkah abadi HayatMu
Atas kehayatan ibuku
Ampuni aku atas semua yang bukan kehendakMu
Relakan aku atas semua yang terNyata
Sungguh telah tunai yang bukan-bukanku dengan sekedar senda

Telah Engkau Sempurnakan
Sebelum dan sesudah kau Nyatakan HurufMu
Sebelum dan sesudah penuh rongga dadaku
Dengan hembusan senafas lela

Perpustakaan ITB

Malam pun, ah !
Siang murka harap cita
Tenggelam badai lalu aku
Mengecil seperti nira hurufmu
Mata pelan anggur bernyanyi
Lirih-lirih suara sang sati
Sejam tanpa terasa
Semua nyana khusu’ pada Sang Mula

Jatiwaringin, 15 Agustus 2003