Sabtu, 02 Agustus 2008

Kepada Tuhan ( A - Z )

Ke HadiratMu


Ke hadiratMu
Ya Rabbi Yang Maha Api
Kularungkan sutera terkilau cahayaMu
Merampungkan puja-puji tersembab bayang
Aku peraji termantra

Ke HadiratMu
Ya Allah Yang Maha Udara
Kupanahkan nyana kasihMu termesra
Mengawalkan putih pagi sepenuh dada
Aku pelawat terjera




QS 36:80
" (yaitu) Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu "




A


Berita terpagiku puisi
Sebelum koranku tiba
Aku tersergah burung nyanyi

Andai hari ini membadai api
Nyalang udara laki-laki
Biru gunung memekat nyali
Memeras peluh terakhirnya
Natrium klorida berasa
Lidah pepohonan membasa
Hawa ternira
Terbangi rasaKu
Peluh rindu membaja

Namun hari ini pancang tiada murka
Mula pejami sepi nan ranti
Tepi rumah cahaya labuhnya
Memanik maya pantul netra
Natrium klorida berasa
Lidah dara membujung rawat
Hina ternira
Terbangkan rasaKu
Peruh bayu ingin membaja



B

Bumi bergetar
Engkau memagar

Kasyaf langit
Pecah kata
kanak kenaka

Bumi retak
Aku melindu

Singkapkan bumi
Redam nyana
Langit seronta


C

Kukerat tahtaMu
bujung waktu terbatu
Mengeja darahMu
Yang tak berneka
Seperti putih larap mentari

Sebelum diamku
Membajang bersama udara
Aku pedangkan janji
Agar tak takut berkalang mati
Bersama Sang PenyembuhMu Diri

Setelah rasaku
Aku menari lela
Tembangi Subhana
Sungguh biusnya cinta teribu


D

Aku di persimpangan
Mengeja laku seawang jaga
HendakKu singgah temui relungMu
Meranti ke berapa ujung Kita, kekasih ?

Namun hingga nanti di ufuk terdarah
Aku tak pernah menuju selain dengan lintasMu
Mengeriap sealur senja terkata-kata
Peduliku tah saur kita, kekasih ?


E

LangkahMu kecil satu-satu
Meniti prasangka yang telah siaga
Dengan waspada dan selaksa nyawa

Padahal Engkau tengah bersembunyi
Dari seluruh diri yang nyali
Dengan ummi dan sejuta hati



F

Aku tunggu malaki menanyaiku
Karena telah punah raja penuh aku bersejarah
Hinggap jawab bersama bidadari

Engkau tentu tak sedang cemburu
Karena belum perahan aku membatu
Terbang menyayapi pesaksi dengan ruhKu


G

Seribu tembang capung iring tariku padi musim muda
Di betis hijau jejaka mengalang bumi tampik rawan
Tentang bumi langit seberang senada temui raya

Aku luahi lidah duka Daud bersama pacu hariku tertuju
Petungguan teribu akan temu itu
Lewat hari-hari yang raya senantiasa : niscayaku menira


H

Ketika hari bernaga pagi
Semua menteri terbangkan kursi Balqis
Berlomba pada seluruh hari atas senyana bukti
Mencari ratu hati hari termeranti
Yang hendak datang tunduk sebagai pewangi
Sang Baginda Sulaiman penabuh rejeki


I


"Ai, ai "
Sapamu itu mengajuk sirih di kulum sang azimat leluhur
Kunyah satu demi satu bergambirlah dagu berkapur tanya
Namun hanya gumam hingga muntah air ludahnya
Adalah kepuasan bersaujana loyang

"Ai, ai"
Hari berlalu Setanggi pun waluku


J

Je,
Menekan sua hingga ruh
Sekejap hinggap bangkit limpatMu
Menebar harap sua serantu
Dengan rindu sewindu
Dengan rindu sewiku

K

Setajuk kekal
Ujung meja rumah makan
Merah bata janji kita
Sangsikan kesendirian
Dengan duka bersama
Yang entah jawabnya
Oh, indahnya kemanusiaan

L

Semua sebab kau rasukkan
Ke dalam rumah cahaya
Lenyapkan cemas yang muskil Kau sapa
Hingga semua suara
Pengundang sembah hamba memantra
Engkau lah Yang Maha Renjana

M

Ya Allah Yang Maha Peniaga
Kau lunturkan hariku sekedar luah basi
Selamat malam rembulanMu
Mengeja sati demi sati
Sungguh KuasaMu tak terperi

N

Nanap mata bermatahari
Uapkan sejarah Fir’aun di pasir fatamorgana
Lelapkan pekan bertunas puncak kelopak bunga
Hari ragi itu nanap-nanap biru tinta niranya


O

Lalu lalang orang-orang
Berkubah cahaya putih diam selingkungnya
Rahasia berulangkan raja
Sang Pujangga susui lalu lalang-lalu lalang masa

P

Perempuan tak kuasa sembunyikan ragu
Aumnya gegapkan sutera
Jelmanya puteri kenaka
Berlayan puja-puji perempuan-perempuan perannya

Q

Harap tangguh tanyaku
Ketika sedia taatmu hiasan mentari tertinggi
Lagu masa jera raga kayangan luruh limpahan sedan
O, padi runduk tembangi harap-harap hujan

R

Pintu shubuh menjaga malam
Diketuk embun sedia
Anyam rencana sesiraman gayung sembah pertama
Siang bergaram rasa bulir airnya pintu-pintu telaga

S

Seruang denganMu
Duka mengayun
Tebarlah jengah
Keluasan haru

T

Semantra jalanMu
Diam pekik Kinanthi
Takik lelah perindu
Hunjamkan patah hempasan niraMu

U

Hanya Engkau
Tuhanku penaut bakti suciku
Tak hendak aku berpaling : walau faqirku
Lunas sudah punah wajahku karena hadirMu

V

Engkau bungkus malam
Ke dalam bening embun
Tegak hunjam beningnya sapu bumi
Pecahkan bulirnya searung rindu sewaktu

W

Lalu Engkau kemas garang siang
Kado termasa bagi malam
Larap aroma langit meta sorenya wangi surga
Bertahtakan jengah Sang Jaga

X

Engkau ayun lembut tanganMu
Harap hidup itu abadi
Menggejala sesapi suasana
Meski berkalang mati

Y

Sedang hempasan masa
Mesti bertorehkan pasti
Demi ragu yang mesti berganti
Dengan mati terberahi

Z

Ya Allah Yang Maha Urutan
Engkau Awalkan dini Engkau Akhirkan petang
Dalam tembang cinta dan dendang sayang
Maha Benar Engkau di semua wewujudan

Do'a (1)

Do'a ini saya tujukan untuk bapak dan guru-guru saya. Banyak yang tak terungkap namun menjelma. Banyak yang tak terekam namun mendera dengan rindunya. Tuhan Maha Segalanya. Maha Pendengar Semua Pinta.

Do’a
-untuk bapak dan guru-guruku-

Dengan menyebut AsmaMu
Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Ya Allah
Setelah hari-hari putus asaku
Dan sebelum gegasnya menjelang dan menghampiriku lagi
Aku ingin berdo’a

Pertama
Kumohon ampun atas semua yang bukan ucapMu

Ya Allah
Limpahkanlah tulus kasih RahmatMu setaji meta
Kepada junjungan hamba, Sang Maula hingga akhir hayatnya
Panjangkanlah usiaku ya Allah
Sepanjang bumi yang luruh oleh wujudMu
Yang dengan dera agungMu menjelma mula manusia dan Diri
Merambatkan sejarah ketakziman penghambaku
Pengkhidmat rinduMu hingga akhir jaman

Panjangkanlah usiaku ya Allah
Selama jaga diriku mengayuh biduk irama
Agar nyata benar rinduku atas kehendakMu
Menata diri agar tak lupa atas seluruh hurufMu
Yang menggelar geletar tubuh sewangi gerakMu aroma mawar

Sehatkanlah tubuhku ya Allah
Yang dengannya Nyata benar wujudMu
Mengemban seluruh udara, ruang dan sunyi
Dalam gerisik tanda AdaMu
Yang Tersembah seiring lirih derai hujan
Dan air mata

Lihatlah tanganku bergetar ya Allah
Karena papaku yang baka atas abadiMu
Ya Allah Yang Maha Nyawa
Yang Maha Menggenggam seluruh sendi
Dalam erat rengkuh kasihMu
Dengan kukuh rengkuh cintaMu
HambaMu memohon
Kasihilah seluruh penyambung diriku atas AdaMu
Sepenuh julang juang sayang Sang Nadi
Yang menyali di muka bumi
Memerahkan sore saga langitMu
Dari keberkahanMu yang pertiwi atas sayangMu
Menata randu sore sejaga malaki

Maha Sempurna Engkau
Di awal dan ujung do’aku
Sebelum dan sesudah pintaku
Sembahku ya Allah
Kabulkanlah…kabulkanlah do’aku
Sesempurna rindu cinta suciMu

Tentang waktu semedi....

Puisi ini hanya ada satu buah...bercerita tentang semedi. Sebuah aktifitas yang kadang kita lakukan sebagai bagian ritus keberTuhanan. Inspirasi puisi ini adalah kehebatan seorang wanita yang mampu menaklukan jaman, menaklukan pendirian dan pasrah pada keadilan batin yang ditemukannya, dalam cinta. Hidup memang tak sepi benar...karena Tuhan tak ingin tak berurusan. Hidup tak riuh benar, karena Tuhan adalah Mawar Kebeningan. Dan semedi adalah cinta Tuhan Yang Maha Bening yang harus kita cari, kita siasati di tengah riuh canda anak, keponakan dan semesta rawan....
Selamat menikmati


Semedi

Sesaat petang usai
Sehempas nafas bukit perona mawar
Memeluk punggung pengejan reda
Ada yang tak rebah oleh detak
Ada yang tak retak oleh waktu

Sapa tah biasa rindu
Setajuk gelung rambut saji pepadang
Menggerai malam abu-abu rindu sewindu
Ada yang tak rebah oleh resah
Ada yang tak retak oleh sayu

Jatiwaringin, 03 Agustus 2003

Kamis, 31 Juli 2008

Rubaiyat......

Ketepatan ukuran, merupakan sebuah ide yang mendasar bila kita bekerja dengan benda kerja berupa kayu. Seorang tukang kayu yang baik mampu mengukur konsumsi kayu untuk sebuah benda ciptaannya. Demikian juga rubaiyat berikut ini. Ide dasarnya adalah mengambil inti sari "Sang Tukang Kayu" dalam berkarya . Dibuat lebih bebas. Sesuai dengan cita rasa kemerdekaan, HAM dan cinta yang terpelihara, betapa pun sederhananya.
Ide memerdekakan kata, sebagaimana pemberian muatan baru yang lebih fungsional pada kayu, merupakan ide berikutnya. Ya, memerdekakan kata, sehingga kata dapat benar-benar menjadi alat dan media pendaya guna makna. Jika anda perhatikan dengan seksama, kata pertama pada baris pertama, diulang kehadirannya pada baris terakhir, namun dengan bentuk kata ulang. Silahkan anda rasakan getar-getar nuansa kata yang telah termerdekakan dengan memfokuskan perhatian pada kata tersebut.



Azam

Azam pagi petang tualang
Meraut waktu ruang membasi derita
Harap untai hutang musim lunas lelabuh
Julang diri azam-azam renta perasa jejalan

(the)Beauty chance

(the)Beauty chance is glimmering
Pearlike almost time
Naking sense all you straight for
Emptying space-out taking the beauty chances

Candra

Candra ibu saksi
Janji langit cengkeram sangkar besi
Ufuk petang sepuhkan malam
Cadari janji candra-candra taruhan diri


Indah

Indah matamu bentangan kolam
Tempiasan angin hujan rindu sujudnya
Tepimu langgam jawa peran keibuan
Untaikan maram indah-indah rasa mengajuk pelan


Janji

Janji terajuan hidup
Parang seja kawah pelangi
Mantramlah laki peraja
Terayun terbelah janji-janji

Kerja

Kerja menatah langit pualam
Menjelma kilap pipi dara fajar
Pendarnya pinta perjaka atas payung keibuan
Hingga melebah madu kerja-kerja diri lepuhan

Lampah

Lampah malam senyum sekawan
Iring azam larung dendam
Siapa lebih wanita dari setiamu
Separasmu lampah-lampah seteguh karang


Mata

Mata yang matahari berkubang sawah
Sebaris ruh menata warna hinggap dewasa
Siapa lah lebih dendam atas rawat sang cipta ?
Aliri mata-mata lanjarkan kedalaman makna

Nilai

Nilai yang permata memasa
Memaruhi makna selayang burung
Meraih hati berang meraja
Rayu lara nilai-nilai diri melela


Pikiran

Pikiran elus alur punggungku bicara
Ulamkan matahari penuh
Jelakan sudutnya riap bata
Emban waktu pikiran-pikiran tangkupnya


(the) Queen

(the) Queen is blinking the sentence
By her senses of love for tomorrow which never end
All the lines never spoken then
Keeping dearest queens silent in the secret One


Sari

Sari kalungan masa
Sesal-kecewa punah sempurna
Sesabar sembah sebayang kartika
Hadirkan aliran pijar sari-sari pendar pintanya

Terang

Terang bulan permata merantu
Membajang ratu tawang jiwa
Perempuan berpeluk masa sebentar dini
Jemput terang-terang bulan terkini rengkuhannya

TENTANG SENDIRI DI TENGAH KEBERSAMAAN

Dua puisi berikut bercerita tentang hidup di kota, di tengah keramaian, kesibukan. Betapa kadang kesibukan, mengisyaratkan kesejajaran namun tak ada temu pandang. Lalu rindu mengejan. Atas kesederhanaan jumpa meradang. Perjumpaan jadi sesuatu yang mesti dimanjakan, direncanakan, dibuatkan acara-acara. Namun karena kesejajaran itu membelenggu, maka kadang akhirnya kita menunggu jemputan Sang Khalik, Rabb Yang Pengasih yang menjadi pemaksa bagi kita. Melalui sakit, kita dipaksa berjumpa. Melalui duka, kita dipaksa berjumpa. Pun kita dapat berjumpa melalui upacara pernikahan dan sebagainya. Dan itu lah potret duka orang kota. Sederhana, seadanya, namun begitu akrab dengan degup jantung kita. Selebihnya, biarkan semua mengajarkan kepada kita.

Inkonsisten (1)

Kita mungkin sekota
Namun tak sepi benar suasananya
Sungguh hidup kita termanja


Kita mungkin sejalan
Namun tak penat benar kita arungi perjalanannya
Sungguh hidup kita terbahana


Kita mungkin sebiduk
Namun tak lega benar luah cengkeramanya
Sungguh hidup kita sealis maya


Jatiwaringin, 07 September 2003




Aku Sakit

Aku sakit mengapa engkau tak menjengukKu ?
Demikian rindu menanyakan harummu
Dan paras mengalir tertanya tujumu
Sesawahlah yang Aku di alirmu

Namun tentu Engkau tak ingin benar lenyap, walau pun
aku masih ingin menyakitiMu karena AgungMu belum Nyata benar di mataku
Di sergahku Engkau pasti senantiasa Ada
Menjaga Diri dan bebayang buana dengan Cinta Rahasia
Sungguh
Diri benar Engkau walau tak sekelebat pun ku tatap
Semoga Engkau yang tak pernah kuketahui RahasiaMu
Yang pernah tak terlihat olehku


Atau
Sungguh tega benar bila aku tak lega atas sendiri AkuMu
Yang mesti berharga walau rinduku ternyata hanya buih selaksa
Dan mohon ampunku atas semua yang prasangka
Atas KeAkuanMu yang senantiasa Ada
Esok bila Kau sakit, tentu biarlah aku lenyap dalam DiriMu
Agar benar derita keAkuanMulah Yang Ada
Dan sejuta suara adalah benar bangga AgungMu di Diam AkuMu

MYSAINPOETICA

Puisi merupakan bahasa universal setelah bahasa tutur, naratif, berita atau ungkapan argumentatif ilmu pengetahuan. Jika kabar dan ilmu yang dituturkan mengedepanan aspek etis dan logis, maka puisi berestetika. Puisi bisa gelap, bisa mencerahkan, bisa mengayun-ayun, namun puisi bisa juga seadanya. Seadanya dalam bentuk yang terlugas. Puisi bertujuan mengemas kata. Dalam bungkus apa pun, entah itu pemerdekaan, pengkiasan, perimaan atau mantra. Namun puisi juga mampu memberdayakan kata hingga ke tataran tertentu, yaitu keberdayaannya, daya guna sebuah kata. Dengannya, dengan ritus inisiasi kata dalam puisi, maka kata dapat berubah menjadi selayak pisau tajam , yang mampu membedah kulit demi kulit hijab makna. Puisi juga mampu menenggelamkan kata pada kesibukannya di keseharian. Menjadi sesuatu yang akrab dengan hidup. Yang seadanya, yang seadanya.

RINDU

Rindu biduk perjaka
Songsong buih sumarahMu
Patah tah julang kenduri
Terantuk terjatuh rindu-rindu